omah kucink

Minggu, 21 Maret 2010

PERANAN GURU DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PENDIDIKAN DEWASA INI




BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Guru adalah tokoh penting dalam pendidikan, jika dilihat dari beberapa segi bahasa “guru” mempunyai beberapa arti. Bahasa India yang dimana guru mempunyai arti orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. Dalam tradisi agama Hindu, guru dikenal sebagai ‘maha resi guru’, yakni para pengajar yang bertugas untuk menggembleng para calon biksu. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata “guru’ mempunyai arti yang bertugas memberikan ilmu dalam majelis taklim.
Namun pada umumnya orang tidaklah sulit untuk mengartikan guru, secara akademis guru adalah seseorang yang memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar dan kemampuannya secara optimal.
Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.
Dalam menghadapi tanatangan zaman, guru juga harus mampu untuk menjawab tantangan tersebut. Maka guru harus punya cara untuk itu, tantangan yang muncul adalah bagaiamana menjadi seorang motivator, dan guru juga harus menguasai teknologi, dan guru juga harus punya masalah dalam kependidikan.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa ?
2. Bagaimana guru meningkatkan pendidikan dengan bantuan tehknologi ?
3. Bagaimana guru dalam menghadapi Problematika sistem pendidikan ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Usaha Guru Untuk Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.

Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.
• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

2.Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

3.Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5.Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.

6.Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.

7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok

9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan

10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

Peran guru sebagai perncana (planner) pada tahap ini melakukan identifikasi masalah yang ada dikelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya,selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri atas: Rencana pembelajaran, Petunjuk pelaksanaan pambelajaran,Lembar kerja siswa, Media atau alat peraga pembelajaran, Instrumen penilaian pross hasil pembelajaran, Lembar obserfasi pembelajaran.

B. Meningkatkan pendidikan dengan bantuan tehknologi
Pendidikan di Indonesia adalah salah satu yang termahal di dunia. Jadi sungguh kasihan anak-anak Indonesia saat ini yang orang tuanya tidak mampu. Padahal pendidikan yang baik adalah kunci kelak di saat mulai terjun ke dunia pekerjaan.Parahnya lagi, belum tentu juga biaya yang makin mahal berarti pendidikan yang makin bagus. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak pihak yang mulai membisniskan pendidikan ini.
Memang jika dilihat dari jumlah anak2 di Indonesia, angkanya tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Sehingga sangat masuk akal jika hal ini dilirik pelaku2 bisnis. Sebenarnya, mutu pendidikan yang baik tidak selalu identik dengan harga yang mahal. Salah satunya adalah dengan mendayagunakan IT (Information Technology) untuk mendongkrak mutu sekolah2 di Indonesia.
Urusan pendidikan menggunakan media IT sebenarnya sudah jamak dilakukan di perusahaan2 maju. Contohnya saja sewaktu saya bekerja di IBM tahun 1990-1995 dulu, hal yang pertama kali saya harus lakukan adalah mengambil training2 melalui materi2 rekaman Laser Disk. Laser Disk ini berisi rekaman2 video dari para pakar di IBM. Setelah mengambil training2 tersebut, saya dipersilahkan mengambil ujian bersertifikat, juga melalui sistem yang serba online. Saya ingat, servernya terletak di Lexington, sedangkan saya sendiri mengerjakan soal2 ujian tersebut di salah satu sudut di gedung Landmark A (ini gedung tempat IBM berdiri) .Cara training dan ujian seperti itu sangat efektif, karena saya tidak perlu buang2 waktu untuk travelling. Biaya yang dikeluarkan perusahaan juga menjadi minimum. Cara2 tersebut, jika diterapkan pada sekolah, saya sangat yakin bahwa hasilnya juga akan sangat bagus. Apalagi jika materinya dikemas dengan baik dan menarik.

C. Menghadapi Problematika sistem pendidikan
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya. Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan, berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri. Berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
Hal ini dapat dilihat dalam UU Sisdiknas No.20/2003 Pasal 53 tentang Badan Hukum Pendidikan bahwa (1) Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. (2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. (3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Sedangkan dalam pasal 54 disebutkan pula (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Berdasarkan pasal-pasal di atas, terlihat bahwa tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional saat ini akan dialihkan dari negara kepada masyarakat dengan mekanisme BHP yaitu adanya mekasnisme Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada tingkat SD-SMA dan Otonomi Pendidikan pada tingkat Perguruan Tinggi. Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Kenyataan yang menunjukan bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan jasa komoditas adalah data dari Balitbang Depdiknas 2003 yang menyebutkan bahwa porsi biaya pendidikan yang ditanggung orang tua/siswa berkisar antara 63,35%-87,75% dari biaya pendidikan total. Sedangkan menurut riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2006 di 10 Kabupaten/Kota se-Indonesia ternyata orang tua/siswa pada level SD masih menanggung beban biaya pendidikan Rp 1,5 Juta, yang terdiri atas biaya langsung dan tak langsung. Selain itu, beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/ siswa) hanya berkisar antara 12,22%-36,65% dari biaya pendidikan total . Menurut laporan dari bank dunia tahun 2004, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya padahal pada saat yang sama pemerintah India telah dapat menanggung pembiayaan pendidikan 89%. Bahkan jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Srilanka, persentase anggaran yang disediakan oleh pemerintah Indonesia masih merupakan yang terendah.
BAB III
KESIMPULAN

Dalam peranannya seorang guru tentunya juga harus mempunyai bekal agar dapat melewati rintangan dalam dunia pendidikan. Untuk menciptakan guru yang baik maka guru harus disiapkan secara matang, guru harus dipersiapkan benar-benar untuk menghadapi tantanagan dunia pendidikan yang semakin maju. Dengan dukungan kemajuan tekhnologi, maka guru harus dapat menguasi tehknologi yang ada agar dapat mengembangkan kemajuan pendidikan. Dan dengan untuk menciptakan guru profesional pada masa kini pemerintah telah menyiapkan beberapa sistem dimana sistem ini juga mempunyai kelemahan dan kelebihan, misalnya saja sertifikasi. Pada masa dahulu guru dipandang sebagai penyebar ilmu saja namun setelah berkembangnya tentang keguruan maka pada masa kini guru tidak hanya sebagai pemberi materi namun juga aspek lain yaitu sebagai motivator, yang akan memberi motivasi atau dukungan agar siswa lebih giat belajar. Maka dengan begitu citra guru secara konvensional akan hilang dengan sendirinya.

1 komentar: