omah kucink

Minggu, 21 Maret 2010

METODE PENELITIAN SEJARAH



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata Inggris history (sejarah) berasal dari kata benda Yunani istoria yang berarti ilmu. Dan dala penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, istoria berarti suatu pertelaan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan kronologi merupakan faktor atau tidak di dalam pertelaan. Menurut Louis Gottschalk menurut istilah yang paling umum, kata history kini berarti ”masa lampau umat manusia”.
Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali. Bahkan juga mereka yang dikaruniai ingatan yang tajam sekalipun tidak akan dapat menyusun kembali masa lampaunya, karena dalam hidup semua orang pastilah ada peristiwa, orang, kata-kata, pikiran-pikiran, tempat-tempat, dan bayangan-bayangan yang ketika terjadi sama sekali tidak menimbulkan kesan, atau yang kini telah dilupakan. Lebih dari pada itu , pengalaman suatu generasi yang telah lama mati yang sebagian besar diantara anggotanya tidak meninggalkan rekaman-rekaman atau yang rekaman-rekamannya jikapun ada tidak pernah sampai ketangan sejarawan, tidak mungkin diingat kembali secara lengkap. Dengan demikian rekontruksi daripada masa lampau total umat manusia, meskipun menjadi tujuan sejarawan, merupakan suatu tujuan yang sepenuhnya mereka sadari tidak akan mungkin mereka capai.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian penelitian sejarah?
2. Apa saja langkah-langkah penelitian sejarah?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penelitian Sejarah
Menurut Gilbert J. Garraghan penelitian sejarah adalah seperangkat aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan menyajikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dan ada pengertian lain, penelitian sejarah adalah pengumpulan data-data (yang sudah ada) secara sitematis dan evaluasi yang obyektif dari data yang berkaitan dengan kejadian-kejadian di masa lampau untuk menguji hipotesis sehubungan dengan sebab-akibat atau kecenderungan kejadian-kejadian tersebut yang dapat membantu menerangkan kejadian masa kini dan mengantisipasi kejadian masa yang akan dating. Hasilnya adalah “rekaman” prestasi manusia. Oleh karena itu, sejarah bukan semata-mata daftar rentetan peristiwa secara kronologis, melainkan gambaran mengenai berbagai hubungan yang benar-benar utuh antara manusia, peristiwa, waktu, dan tempat.
Analisis sejarah dapat ditujukan kepada individu, gagasan, pergerakan, atau suatu institusi. Meskipun demikian, obyek-obyek observasi sejarah tidak dapat dipandang sepotong-sepotong. Tidak ada yang dapat dijadikan subyek penelitian sejarah tanpa diperhitungkan interaksinya dengan gagasan-gagasan, gerakan-gerakan yang hidup pada zamannya. Fokus atas salah satu aspek sejarah hanyalah sekedar pembatasan yang menjadi arah telaah peneliti. Contoh antar-hubungan tersebut adalah Ki Hajar Dewantara dengan gerakan kebangsaannya yang berciri umum pendidikan nasional dengan nama institusinya yaitu Perguruan Taman Siswa.
B. Langkah-langkah dalam Penelitian Sejarah
Dalam menyusun karya ilmiah berarti kita telah melakukan rekonstruksi sejarah. Dalam merekonstruksi sejarah selain terikat pada prosedur penelitian ilmiah, sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta. Secara positif sejarah mengkaji tentang waktu dan tentang sesuatu yang memiliki makna social. Sejarah juga mengkaji tentang sesuatu yang tertentu (particular), satu-satunya (unique) dan terperinci. Sejarah memiliki metode tersendiri dalam mengungkapkan sejarah masa lampau agar menghasilkan karya sejarah yang kritis, ilmiah, dan obyektif. Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis dan mengajarkan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tulisan.
Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi menggunakan metode sejarah kritis dalam kajian pustaka yang menempatkan sumber literature dalam posisi penting sebagai lahan penggalian fakta-fakta sejarah. Menurut Nugroho notosusanto, dalam metode penelitian sejarah terdapat empat langkah yang harus dilakukan sejarawan untuk mencapai hasil yang diharapkan, yaitu heuristik, kritik sumber (verifikasi),interpretasi dan penyajian (historiografi).
Berdasarkan penelitian tersebut, maka penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Heuristik
Heuristik berasal dari bahasa Yunani heuriskein yang berarti memperoleh atau menemukan. Heuristik disini merupakan kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau. Untuk menjadikan historiografi perlu dicari sumber-sumbernya evidence (bukti-buktinya). Semua “saksi mata “ disebut sumber-sumber sejarah. Segala sesuatu yang langsung atau tidak langsung menceritakan kepada kita tentang ssesuatu kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lalu (past actuality) disebut sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah merupakan bahan-bahan mentah (raw materials) sejarah yang mencakup segala macam evidensi (bukti) yang telah ditinggalkan oleh manusia yang menunjukkan segala aktivitas mereka di masa lalu yang berupa kata-kata yang tertulis atau kata-kata yang diucapkan (lisan). Di antara humaniora dan ilmu-ilmu sosial, sejarah termasuk unik karena keragaman materi-materi sumbernya. Sebyah sumber sejarah dapat berupa suatu produk dari kegiatan-kegiatan manusia yang memuat informasi tentang kehidupan manusia, meskipun produk ini mula-mula tidak dimaksudkan (sengaja) untuk memberikan informasi kepada generasi kemudian. Tetapi dapat juga sumber itu berupa sesuatu yang benar-benar memberikan informasi tentang kegiatan-kegiatan manusia dan secara eksplisit sengaja direnncanakan untuk itu. untuk tiap-tiap sumber pertama kali harus ditentukan apakah sumber itu otentik atau tidak. Selain itu harus bisa ditentukan keakuratan isinya. Dalam menetapkan keakuratan dokumen ada empat faktor yang harus di pertimbangkan:
 Pengetahuan dan kompetensi pengarang
 Selang waktu antara kejadian dan penulisan kejadian
 Motivasi yang bias dari pengarang
 Konsistensi data
Untuk macam-macm sumber itu sendiri ada :
• Primer adalah kesaksian dari pada seorang saksi dengan mata-kepala sendiri atau saksi dengan pancaindarayang lain atau dengan mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya. Dengan demikian sumber primer harus dihasilkan oleh seseorang yang sejaman dengan peristiwa yang dikisahkannya. Akan tetapi sumber primer itu tidak perlu asli dalam arti hokum daripada kata asli, yakni dokumen itu sendiri (biasanya versi tulisan yang pertama) yang isinya menjadi subyek pembicaraan, karena seringkali suatu copy yang kemudian atau suatu edisi cetakan akan juga memenuhi syarat bagi keperluan itu.
• Sekunder adalah kesaksian daripada siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya.
• Tersier
• Oral ( the remembered past / ingatan masa lampau )
Dari evidence akan melihat :
 Ketepatan / accuracy
 Kebenaran / validity
 Dapat diandalkan / reliability
 Keaslian / originality
Tempat diperolehnya sumber :
 Di perpustakaan
 Di museum
 Di kantor arsip
 Masyarakat

2. Verifikasi (kritik sumber)
Mengapa sumber itu harus dikritik? Sejarawan tentu saja mempunyai prasangka/prejudice. Sumber itu harus kita cermati, kita kritik untuk mencari kebenaran dari fakta (sumber) itu. (sebagaimana yang ada dalam fakta yaitu suatu kejadian yang benar terjadi).
Verifikasi merupakan kegiatan meneliti sumber untuk menentukan validitas dan realibilitas sumber sejarah yang dikumpulkan, yaitu kegiatan meneliti sumber-sumber sejarah baik secara ekstern maupun intern. Kritik ektern berkaitan dengan otensitas sumber, yaitu mencoba mencari jawaban terhadap keaslian dan keutuhan sumber baik dokumen, artifact, sumber lisan, dan sumber kuatitas harus dibuktikan keasliannya. Menurut Helius Sjamsuddin, kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber, suatu pemikiran atas peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa :
 Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini (authenticity).
 Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada perubahan (uncorrupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilangan-penghilangan yang substansial (integrity).
Kritik intern berkaitan dengan kredibilitas sumber, yaitu ‘kebiasaan sumber tersebut dipercaya kebenarannya”. Sumber yang telah dikumpulkan harus diseleksi dahulu agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Upaya kritik dalam penelitian ini akan dimulai dengan kritik otensitas buku dan sumber artikel. Sumber yang dinyatakn otentik saja yang akan digunakan sebagai sumber penelitian. Selanjutnya adalah kritik kredibilitas, yaitu mengkaji isi buku atau artikel yang dimaksud dengan mengkomparasikannya dengan sumber lain yang otentik. Jika dalam sumber tersebut ditemukan perbedaan substansi, laka peneliti harus melakukan cross-check (perbandingan sumber). Kegiatan menyeleksi sumber dapat dilakukan ketika peneliti membaca sumber-sumber tersebut. Jadi fungsi kritik sumber bagi sejarawan erat sekali kaitannya dengan tujuan sejarawan itu untuk mencari kebenaran.
3. Interpretasi
Setelah melakukan verifikasi, selanjutnya melakukan interpretasi. Interpretasi atau penafsiran terdiri dari analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan. Didalam sebuah sumber terkadang mempunyai beberapa kemungkinan. Analisis digunakan untuk menemukan fakta berdasarkan data yang diperoleh. Kemudian melakukan sintesis yang berarti menyatukan, dari data yang terkumpul ditemukan fakta. Dalam hal ini, peneliti berusaha untuk menafsirkan fakta – fakta sejarah, mencari keterkaitan antara fakta-fakta yang satu dengan fakta yang lain, sehingga menjadi lebih berwarna dan logis. Dalam Tahap ini, kemampuan penafsiran peneliti benar-benar diuji, karena objektifitas maupun subjektifitas peneliti akan Nampak, dan tantangan kebenaran sejarah adalah suatu hal yang luar biasa. Realitas sejarah yang kompleks tidak dapat dipahami dari segi hitam putih saja. Dengan demikian, perbedaan interpretasi itu sah meskipun datanya sama. Masalah obyektivitas atau subyektivitas dalam penulisan sejarah merupakan diskusi yang tidak ada habis-habisnya. Subyektivitas dapat terjadi karena pemihakan pribadi, prasangka kelompok, penafsiran sejarah yang berbeda, atau karena ideology, filsafat, atau pandangan hidup sejarawan yang berlainan. Akan tetapi etos sejarawan yang baik ialah tetap berusaha bagaimanapun menulis sejarah yang objektif.
Penafsiran yang menetapkan manusia sebagai sentrum, akan memperhitungkan kemauan bebas atau kebebasan manusia menentukan dirinya sendiri. Sebaliknya yang mengabaikan peranan sentral manusia akan melihat tenaga-tenaga penggerak itu berada di luar diri manusia, visi semacam ini melahirkan penafsiran yang deterministik seperti penafsiran-penafsiran yang berdasarkan ras, geografis, dan ekonomis dengan segala variasinya. Menjadikan manusia sebagai pemeran utama yang menghasilkan penafsiran-penafsiran “orang besar”, spiritual atau idealistic, ilmu dan teknologi, sosiologis, dan sintesis. Sejumlah kekeliruan dapat saja terjadi pada waktu penulisan seperti anakronisme, presentisme, antikuarianisme, visi “terowongan” periodisasi, memperpendek apa yang seharusnya panjang (teleskopis), atau sebaliknya memperpanjang apa yang seharusnya pendek (interminable), kronologi yang berlebihan, atau terlalu menggurui (didaktik).
4. Historiografi ( penulisan sejarah)
Setelah heuristik, verifikasi, dan interpretasi dilalui, maka tugas terakhir peneliti sejarah adalah meyampaikan dan menyajikan hasil inerpretasi secara tertulis dalam bentuk karya sejarah. Penulis karya sejarah mempunyai dua sifat, yaitu tulisan sejarah deskriptif naratif dan tulisan sejarah deskriptif analitis. Deskriptif naratif mengurakan tentang masa lampau dengan merekonstruksi apa ynag terjadi sebagai cerita secara proses. Deskriptif analitis merupakan karya sejarah yang berpusat pada masalah atau problem oriente. Dalam menyajikan penulisan sejarah, hendaknya dalam bahasa akademis. Ciri-cirinya adalah :
o Singkat, artinya dalam menyampaikan sejarah tidak berputar-puter (tidak melakukan manipulasi verbal).
o Jelas, artinya tidak menimbulkan interpretasi majemuk. Maka, kita harus memilih kata-kata yang tepat dalam kalimat yang tepat.
o Padat, atinya kata-kata yang disampaikan penuh makna.
o Terang, artinya menggunakan bahasa/ klimat yang tujuan/ misinya mengena, meskipun kadang-kadang kita juga menggunakan kalimat-kalimat yang reflektif.

BAB III
PENUTUP
Penulisan sejarah, baik berupa buku pelajaran maupun monografi hanya dapat dilakukan bila ada sumber-sumbernya. Apalagi untuk merekonstruksi salah satu aspek masa lampau harus mendasarkan diri pada jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan oleh masa lampau itu melalui penelitian. Dan penelitian ini sendiri adalah penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap suatu subyek untuk menemukan fakta-fakta guna menghasilkan produk baru, memecahkan suatu masalah atau atau menyokong atau menolak suatu teori. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam sebuah penelitian mencakup : Heuristik, verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan historiografi (penulisan sejarah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar